Kenaikan dan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) semakin membuka diskusi publik mengenai transisi penggunaan mobil berbahan bakar minyak ke mobil listrik.
Yang terbaru, Presiden Joko Widodo bahkan meresmikan mobil listrik sebagai kendaraan dinas pemerintahan sebagaimana tetuang dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2022.
Sejauh ini mobil listrik diklaim lebih ramah lingkungan dibandingkan mobil konvensional.
Sebab, mobil listrik mengandalkan baterai yang dapat diisi ulang dan tidak menghasilkan emisi knalpot yang berkontribusi besar pada polusi.
Selain itu, mobil listrik mengubah sekitar dua pertiga listrik menjadi energi mekanik.
Mengutip Energy Sage, ini jauh lebih tinggi daripada mobil konvensional, yang biasanya mengkonversi kurang dari sepertiga bahan bakar untuk menggerakkan mobil.
Benarkah Mobil Listrik Lebih Ramah Lingkungan? Mengutip Youmatter, perbedaan mendasar antara mobil konvensional, termal, dan mobil listrik ada pada proses transformasi energi potensial (tersimpan) untuk diubah menjadi energi kinetik (gerakan).
Pada mobil termal, energi ini disimpan dalam bentuk kimia dan dilepaskan melalui reaksi kimia di dalam mesin.
Di sisi lain, meskipun juga memiliki energi yang tersimpan secara kimia, berkat baterai lithium-ion, mobil listrik melepaskannya secara elektrokimia tanpa pembakaran apa pun.
Berarti, tidak ada bahan bakar yang dibakar dan karena itu tidak ada polusi udara yang terjadi saat mengemudi mobil listrik.
Membuatnya lebih unggul dibanding mobil bahan bakar minyak.
Dilansir dari epa.gov, tingkat polusi mobil listrik dapat bergantung pada jenis sumber pembangkit listrik di tempat mobil itu berada.
Apabila sumber energi terbarukan menggunakan angin dan matahari untuk menghasilkan listik, total emisi gas rumah kaca tetap lebih rendah dibanding yang dihasilkan kendaraan berbahan bakar minyak.
Namun, bila pembangkit listrik menggunakan batu bara, fosil, maupun gas alam, sama saja mobil listrik menyumbang polusi karbon secara tidak langsung.
DELFI ANA HARAHAP